Embun pagi menghantarkan aku menemuimu dalam mimpi
Membaca tawamu; mengurai air – matamu
Sesak yang akhirnya menghimpit dada menjadi penanda beludak rasa
Isyarat itu sudah hadir, memperlihatkan luka segar
Membahasakan getir jiwamu
Dukamu begitu dalam ku rasakan juga
Melingkari tanda hitam pada hari - hariku
Semangatku mendadak meluruh
Senada pijarmu yang meredup
Seandainya aku bisa keluar dari tempurung ini,
Jika etalase kaca yang membentengi ego kita bisa tertembus
Aku ingin berada disana, memeluk tangismu
Menampung jerit pilu yang kau bungkam dalam diam
Membisikan bahwa Tuhan selalu punya jawaban kesusahan hati
Kita akan cari cara, kita akan cari jalan
Aku tahu tidak setetes pun air mata kita yang mengalir sia – sia
Seandainya… seandainya…
Lelehan hangat kini semakin deras menghujani pipi
Kau terlalu jauh untuk bisa ku gapai
Aku sungguh ‘tak berdaya apa – apa
Kudekap bantal yang basah ini lebih lama lagi
Driyan Natha.
Posting Komentar